Rasulullah Saw. menganjurkan kepada umatnya untuk melakukan pengobatan dengan berbagai cara yang beliau perintahkan kepada umatnya. Macam-macan pengobatan yang beliau anjurkan diantaranya dengan berbekam, minum madu, dan dengan besi panas. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ فِي شَرْطَةِ مِحْجَمٍ أَوْ شَرْبَةِ عَسَلٍ أَوْ كَيَّةٍ بِنَارٍ وَأَنَا أَنْهَى أُمَّتِي عَنْ الْكَيِّ رواه البخاري
Dari Ibnu ‘Abbas r.a : Dari Nabi Muhammad Saw. : “Kesembuhan dari penyakit itu ada tiga hal : Berbekam, minum madu dan dibakar dengan besi panas. Tetapi aku melarang umatku membakar dengan besi panas itu.” (HR. Bukhari).
Hadits di atas menerangkan, bahwa kesembuhan itu dapat diperoleh dengan tiga cara yaitu dengan berbekam, minum madu, dan dibakar dengan besi panas. Namun pada hakikatnya hanyalah Allah SWT. yang menyembuhkan.
A. Berbekam (Hijamah)
Bekam dalam bahasa Inggris Blood Lefting pelepasan darah kotor sedangkan dalam bahasa Arab Hijamah berarti, ‘menghisap’. Dikatakan hajama sh-shobiyyu tsadya ummihi, artinya ‘bayi itu menghisap susu ibunya.’ Hajjam artinya ‘orang yang menghisap lubang alat bekam.’ Kata kerjanya adalah hajama-yahjimu atau yahjumu.
Mihjam dan mihjamah artinya, ‘alat bekam, bisa alat untuk menghisap darah, untuk mengumpulkan darah, maupun untuk menyayat dalam proses pembekaman.’
Dan bekam juga menurut logika artinya metode pengobatan dengan cara mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh melalui permukaan kulit.
Para Malaikat berpesan kepada Rasulullah Saw. agar berbekam ketika beliau dimi’rajkan ke langit. Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullh Saw. bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي بِمَلَإٍ مِنْ الْمَلَائِكَةِ إِلَّا كُلُّهُمْ يَقُولُ لِي عَلَيْكَ يَا مُحَمَّدُ بِالْحِجَامَةِ
“Tidaklah aku melalui sekelompok malaikat pada malam aku diisra’kan, kecuali mereka semua berkata kepadaku,’wahai Muhammad berbekamlah.’” (H.R. Ibnu Majah)
Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bercerita tentang malam baliau diisra’kan bahwa tidak sekalipun beliau berlalu dihadapan sekelompok malaikat, kecuali mereka memerintahkan beliau dengan ucapan, “perintahlah umatmu supaya berbekam!”
Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
أخبرني جبريل عليه السلام أن الحجم أنفع تداوى به لناس
“Jibril as. memberitahuku bahwa bekam adalah pengobatan yang paling bermanfaat yang digunakan oleh manusia.” (H.R. Hakim)
Saya katakan, tidak ada makhluk yang lebih tulus nasehatnya, lebih mengasihi, dan lebih menyayangi kita daripada para malaikat. Apalagi jika nasehat tersebut berpadu dengan nasehat Rasulullah Saw. Ibnu Majah dan Abu Dawud telah meriwayatkan dalam sunan-nya dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
إن كان في شيء مما تداوون به خير فالحجمة
“Jika ada kebaikan dalam pengobatan yang kalian gunakan, maka itulah bekam.” (HR. Ibnu Majah dan Abu Dawud)
Jadi, para malaikatlah yang memberi tahu Rasulullah Saw. tentang keutamaan berbekam, akan tetapi malaikatpun diberi tahu oleh Allah SWT..
Bekam menurut Rasulullah Saw. merupakan metode pengobatan terbaik yang digunakan oleh manusia, untuk seluruh penyakit. Andaikata manusia, terutama orang-orang sakit, mengetahui manfaat yang terkandung dalam bekam, khususnya dan umumnya dalam pengobatan Nabawi, niscaya mereka tidak akan meninggalkannya.
Rasulullah Saw. telah memilih bekam sebagai metode pengobatan yang beliau pilih dan beliau anjurkan. Rasulullah Saw. telah memberikan gambaran yang terperinci bagi setiap metode pengobatan mengenai perannya dalam penyembuhan.
1. Sejarah Berbekam (Hijamah)
Hijamah yang sudah dikenal sejak zaman dulu, yaitu kerajaan Sumeria, kemudian terus berkembang sampai Babilonia, Mesir, Saba, dan Persia. Pada zaman Rasulullah, beliau menggunakan kaca berupa cawan atau mangkuk tinggi. Pada zaman China kuno mereka menyebut hijamah sebagai “perawatan tanduk” karena tanduk menggantikan kaca. Pada kurun abad ke-18 (abad ke-13 Hijriyah), orang-orang di Eropa menggunakan lintah sebagai alat untuk hijamah. Pada satu masa, 40 juta lintah diimpor ke negara Perancis untuk tujuan itu. Lintah-lintah itu dilaparkan tanpa diberi makan. Jadi bila disangkutkan pada tubuh manusia, dia akan terus menghisap darah tadi dengan efektif. Setelah kenyang, ia tidak berupaya lagi untuk bergerak dan terus jatuh lantas mengakhiri upacara hijamahnya.
Kini pengobatan ini dimodifikasi dengan sempurna dan mudah pemakaiannya sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah dengan menggunakan suatu alat yang praktis dan efektif.
Adapun alat bekam yang digunakan Nabi Muhammad Saw. pada waktu itu menggunakan tulang unta sebagai alat bekam.
2. Beberapa Jenis Bekam
Kebanyakan orang yang mengatakan bahwa bekam itu terbagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Bekam Basah (dengan mengeluarkan darah)
2. Bekam kering
Tetapi tidak ada jenis bekam selain bekam basah yang mengeluarkan darah. Andaikata ada bekam jenis lain, seperti bekam kering, maka itu berarti bahwa semua kebaikan dan manfaat yang disebutkan oleh Nabi Muhammad Saw. juga berlaku untuk jenis bekam ini, namun demikian tidak ada riwayat kuat dari Nabi bahwa beliau pernah melakukan bekam kering. Demikian pula tidak pernah disebutkan di dalam sunnah beliau.
3. Waktu-waktu Berbekam Sesuai Kebiasaan Nabi Muhammad Saw.
Dari Abdulllah bin Mas’ud, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
إِنَّ خَيْرَ مَا تَحْتَجِمُونَ فِيهِ يَوْمَ سَبْعَ عَشْرَةَ وَيَوْمَ تِسْعَ عَشْرَةَ وَيَوْمَ إِحْدَى وَعِشْرِينَ
“Sebaik-baik bekam yang kalian lakukan adalah pada tanggal tujuh belas, sembilan belas, dan dua puluh satu.” (H.R.Tirmidzi)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
مَنْ احْتَجَمَ لِسَبْعَ عَشْرَةَ وَتِسْعَ عَشْرَةَ وَإِحْدَى وَعِشْرِينَ كَانَ شِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ
“Barang siapa berbekam pada tanggal tujuh belas, sembilan belas, dan dua puluh satu, maka itu menyembuhkan segala penyakit.” (H.R. Abu Dawud)
Dari Ibnu Umar ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
الْحِجَامَةُ عَلَى الرِّيقِ أَمْثَلُ وَهِيَ تَزِيدُ فِي الْعَقْلِ وَتَزِيدُ فِي الْحِفْظِ وَتَزِيدُ الْحَافِظَ حِفْظًا فَمَنْ كَانَ مُحْتَجِمًا فَيَوْمَ الْخَمِيسِ عَلَى اسْمِ اللَّهِ وَاجْتَنِبُوا الْحِجَامَةَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ السَّبْتِ وَيَوْمَ الْأَحَدِ وَاحْتَجِمُوا يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالثُّلَاثَاءِ وَاجْتَنِبُوا الْحِجَامَةَ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ فَإِنَّهُ الْيَوْمُ الَّذِي أُصِيبَ فِيهِ أَيُّوبُ بِالْبَلَاءِ وَمَا يَبْدُو جُذَامٌ وَلَا بَرَصٌ إِلَّا فِي يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ أَوْ لَيْلَةِ الْأَرْبِعَاءِ
“Berbekam sebelum sarapan paling ideal, ia meningkatkan kemampuan akal, menguatkan kemampuan menghafal, menambah kuat hafalan orang yang sudah hafal. Barang siapa berbekam, hendaklah berbekam pada hari kamis, dengan nama Allah. Hindarilah berbekam pada hari Jum’at, hari Sabtu dan hari Ahad, tetapi berbekamlah pada hari Senin dan Selasa. Hindari pula berbekam pada hari Rabu, karena hari Rabu adalah hari ketika Ayyub terkena bala’. Tidak pernah muncul kusta dan vitiligo kecuali pada hari Rabu dab malam Rabu.” (H.R. Ibnu Majah)
Mengenai hari-hari terbaik dalam seminggu untuk berbekam, al-Khallal menceritakan bahwa ketika Imam Ahmad ditanya tentang hari apa saja yang tidak diperbolehkan berbekam, ia menjawab, “Hari Rabu dan Sabtu.” Al-Khalal juga meriwayatkan dari Husain bin Hasan bahwa Imam Ahmad ditanya tentang hari-hari yang kurang baik untuk berbekam ia menjawab, “Hari Sabtu dan Rabu, juga Jum’at sebagaimana diberitakan.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, 2009 : 89)
Ibnu Hajar Al-‘Asqolani berkata, “Karena hadits-hadits ini tidak ada satu pun yang shohih, maka Hanbal bin Ishaq berkata, ‘Ahmad biasa berbekam di waktu kapan saja dan pada jam berapa pun ketika darahnya bergejolak.” (Aiman bin ‘Abdul Fattah, 2005 : 235)
Hadits-hadist tersebut tidak ada satu pun yang shahih, karena waktu yang paling utama untuk melakukan bekam sesuai kebiasaan Nabi Muhammad Saw. adalah ketika beliau sedang sakit, dan beliau juga tidak menunggu datangnya waktu tertentu, andaikata beliau menunggu waktu, niscaya beliau menunggu waktu setelah beliau ihram.
B. Minum Madu
Madu adalah cairan yang kental dan terasa manis yang dihasilkan oleh tawon madu dengan jalan proses penguraian suatu cairan manis yang dihasilkan oleh bunga atau bagian-bagian dari tanaman. Jelas bahwa madu bukan hanya suatu cairan manis belaka yang dapat dibuat oleh manusia. Begitu sangat di perhatikan cara-cara dan syarat-syarat supaya tawon madu dapat menghasilkan madu terbaik itu berarti bahwa dikatakan madu merupakan hasil produksi tawon madu yang murni karena harus dibuat dan disimpan oleh pembuatnya sendiri didalam sarangnya.
Seperti dijelaskan dalam al-Qur’an surat an-Nahl:68-69
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia", Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang Telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl : 68-69).
Itulah salah satu ayat yang dijelaskan dalam Al-Qur'an begitu banyak manfaatnya obat-obatan ini bahkan orang-orang terdahulu pun sudah mengetahuinya tidak dapat diragukan lagi sampai Allah SWT. menurunkan ayat tentang madu ini.
1. Tafsir Ibnu Katsir Surat An-Nahl Ayat 68-69
المراد بالوحي هنا (الإلهام) والهداية والإرشاد للنحل، أن تتخذ من الجبال بيوتاً تأوي إليها، ومن الشجر ومما يعرشون، ثم أذن لها تعالى إذناً قدرياً تسخيرياً أن تأكل من كل الثمرات، وأن تسلك الطرق التي جعلها اللّه تعالى مذللة لها أي مسهلة عليها حيث شاءت من هذا الجو العظيم والبراري الشاسعة والأودية والجبال الشاهقة، ثم تعود كل واحدة منها إلى بيتا وما لها فيه من فراخ وعسل، فتبني الشمع من أجنحتها، وتقيء العسل من فيها، ثم تصبح إلى مراعيها. وقوله تعالى: {فاسلكي سبل ربك ذللا} أي فاسلكيها مذللة لك، نص عليه مجاهد، وقوله تعالى: {يخرج من بطونها شراب مختلف ألوانه فيه شفاء للناس} ما بين أبيض وأصفر وأحمر، وغير ذلك من الألوان الحسنة على اختلاف مراعيها ومأكلها منها
Yang dimaksud dengan kata “mewahyukan” dalam ayat ini, ialah memberi ilham (naluri) kepada lebah bagaimana ia membuat sarang-sarangnya di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu dan rumah yang dihuni orang, kemudian bagaimana ia membuat sarang-sarangnya sedemikian rajin dan artistik dan bagaimana ia mencari makannya dari buah-buahan dan bunga-bungaan yang tumbuh di ladang-ladang yang jauh, lembah-lembah yang dalam dan bukit-bukit yang tinggi, lalu kembali kesarangnya tiada tersesat ke kanan atau ke kiri untuk menghasilkan madu yang beraneka ragam warnanya, putih, kuning, dan merah dan merupakan miuman yang lezat serta mengandung obatbagi manusia.
2. Tafsir Al-Maraghi Surat An-Nahl ayat 68-69
Setelah kita mengetahui secara singkat pengertian madu yang telah dijelaskan diatas, mari kita sama-sama mengetahui tentang madu ini menurut Imam Al-Maraghi dalam Tafsirnya :
)وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ(
Tuhanmu mengilhamkan dan membisikan kepada lebah serta mengajarinya berbagai pekerjaan yang membuatnya diduga sebagai makhluk berakal.
a) Penghidupan Lebah di Dalam Rumahnya
Para ahli kebidanan telah mempelajari ikhwal lebah dan menulis karangan mengenainya dengan berbagai bahasa, terutama pada majalah-majalah yang mempublikasikan perkembangan dan keadaannya. Dalam hal ini mereka telah mencapai beberapa perkara yaitu :
Pertama : lebah hidup dalam kelompok-kelompok besar yang jumlah sebagiannya mencapai kurang lima puliuh ribu lebah. Masing-masing kelompok bertempat tinggal di sebuah rumah yang disebut rumah lebah (khaliyyah).
Kedua : dalam setiap rumah lebah terdapat satu lebah betina besar disebut “Ratu” yang paling besar tubuhnya di antara mereka dan perintahnya terhadap mereka sangat berpengaruh. Sejumlah lebah sekitar 400 sampai 500 ekor disebut lebah jantan, dan sejumlah lain dari 15.000 sampai 50.000 ekor disebut para pekerja.
Ketiga : ketiga lapisan lebah ini hidup di dalam rumahnya secara bergotong royong dan sangat teratur. Tugas seorang Ratu adalah bertelur, yang dari telurnya itu menetas seluruh lebah penghuni rumah itu. Dengan demikian, ia adalah induk seluruh lebah. Tugas lebah-lebah jantan ialah mengawini sang Ratu, mereka tidak mempunyai tugas lain selain itu. Sedangkan para pekerja bartugas mengabdi kepada rumah lebah, kepada sang Ratu dan lebah-lebah jantan. Sepanjang hari para pekerja berada diladang-ladang untung mengumpulkan serbuk-serbuk bunga, kemudian kembali ke rumah untuk mengeluarkan madu yang menjadi makanan bagi seluruh penghuni rumah baik kecil maupun besar. Di samping itu, mereka mengeluarkan lilin yang dijadikan bahan untuk membangun rumah-rumah berbentuk persegi enam. Pada sebagian rumah itu, mereka menyimpan madu, dan pada sebagian lain mereka memelihara lebah-lebah kecil. Tidak mungkin seorang arsitek yang pandai sekalipun akan dapat membangun rumah-rumah seperti ini, meskipun dia menggunakan alat-alat seperti penggaris jangka. Al-Jauhari mengatakan, Allah mengilhamkan kepadanya agar membangun rumahnya dalam bentuk persegi enam, supaya tidak rusak dan tidak berlubang. Para pekerja itu juga bertugas membersihkan rumah dan mengibaskan sayapnya untuk membantu menguatkannya, disamping memperhatikan kerajaan dan melindunginya dari serangan musuh, seperti semut, lalat dan sebagian burung.
Kemudian Allah menafsirkan apa yang diwahyukan kepadanya :
)أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ (
Buatlah rumah-rumahmu di bukit-bukit sebagai tempat kamu berlindung, atau di pepohonan, dan atau rumah-rumah, atap pelepah kurma dan lain sebagainya yang diangkat dan dibangun oleh manusia.
)ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ (
Kemudian makanlah, hal lebah dari setiap buah-buahan yang kamu ingini, baik rasanya manis, pahit ataupun antara keduanya.
)فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا(
Lalu tempuhlah jalan yang telah diilhamkan Allah kepadamu untuk menempuhnya, dan masukilah ia untuk mencari buah-buahan. Janganlah kamu merasa susah meskipun jalan itu susah, janganlah pula kamu ingin kembali dari padanya, meskipun ia jauh.
b) Beberapa Faedah Madu
Setelah berbicara dengan lebah, selanjutnya Allah memberitahu manusia tentang faedah-faedahnya, karena nikmat memang diperuntukkan bagi mereka :
)يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ(
Keluar dari dalam perutnya madu-madu yang beraneka warna. Ada yang putih, ada yang kuning, ada pula yang merah, sesuai dengan perbedaan tempat penggembalaannya.
)فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ(
Karena ia berguna bagi pengobatan banyak penyakit, sering dimasukkan dalam komposisi ramuan dan obat-obatan.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَخِي يَشْتَكِي بَطْنَهُ فَقَالَ اسْقِهِ عَسَلًا ثُمَّ أَتَى الثَّانِيَةَ فَقَالَ اسْقِهِ عَسَلًا ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ اسْقِهِ عَسَلًا ثُمَّ أَتَاهُ فَقَالَ قَدْ فَعَلْتُ فَقَالَ صَدَقَ اللَّهُ وَكَذَبَ بَطْنُ أَخِيكَ اسْقِهِ عَسَلًا فَسَقَاهُ فَبَرَأَ
Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata : “Saudara saya sakit perut.” Rasul menjawab : “Beri ia madu!” kemudian orang itu datang kembali untuk kedua kalinya. Rasul berkata lagi : “Beri ia madu!” kemudian orang itu datang lagi untuk ketiga kalinya. Rasul berkata lagi : “Beri ia madu!” kemudian orang itu datang lagi dan berkata : “Telah saya lakukan.” Rasul menjawab : “Allah SWT. benar dan perut saudaramu yang bohong. Beri ia madu!.” Setelah itu diberikannya lagi madu kepada saudaranya, dam sembuhlah penyakitnya.
Sebagian dokter dahulu menganalisa penyakit orang tersebut. Dikatakan terdapat banyak kelebihan di dalam perut besar itu. Maka ketika dia diberi minum madu, kelebihan-kelebihan itu rusak dan segera keluar, sehingga dia bertambah mencret. Orang Arab Baduwi yakin, bahwa madu itu membahayakan, padahal ia berfaedah bagi saudaranya. Setelah diberi minum lagi, kelebihan-kelebihan itu bertambah rusak. Demikianlah setiap dia diberi minum madu, terjadilah hal yang serupa, hingga akhirnya kelebihan-kelebihan yang merusak dan membahayakan badan itu keluar habis. Kemudian orang yang sakit tersebut memegang perutnya, dan merasakan kesehatannyatelah pulih. Penyakit-penyakit itu telah hilang berkat petunjuk Rasulullah Saw.
Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. bersabda :
الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ فِي شَرْطَةِ مِحْجَمٍ أَوْ شَرْبَةِ عَسَلٍ أَوْ كَيَّةٍ بِنَارٍ وَأَنَا أَنْهَى أُمَّتِي عَنْ الْكَيِّ
“Kesembuhan dari penyakit itu ada tiga hal : Berbekam, minum madu dan dibakar dengan besi panas. Tetapi aku melarang umatku membakar dengan besi panas itu.”(H.R. Bukhari)
Ilmu kedokteran modern telah menetapkan, bahwa madu mempunyai beberapa faedah. Mengenai hal ini penyusun sajikan keterangan dokter besar almarhum Abdul Aziz Pasha, di dalam bukunya “Al-Islam Wat-Tibbul Hadis” (Islam dan Kedokteran Modern)
Sungguh benar ayat yang mulia :
فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ
“Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.”
Komposisi kimiawi madu ialah sebagai berikut :
20 – 40 % glukosa
30 – 45 % lifiluza
15 – 25 % air
Prosentase glukosa yang terdapat di dalam madu lebih banyak dari pada yang terdapat di dalam makanan lain. Ia merupakan senjata dokter dalam kebanyakan penyakit. Penggunaannya semakin bertambah terus, seiring dengan kemajuan kedokteran. Ia juga bisa diberikan mulut melalui mulut, bisa pula melalui suntikan pada jahitan di bawah kulit, dan pada urat leher. Bisa pula diberikan dengan sifatnya, sebagai penguat dan pemberi makanan. Ia juga merupakan penolak keracunan yang lahir akibat datangnya zat-zat luar, seperti racun (As), air raksa (Hg), Emas (Au), cloform, morfin dan lain-lain, penolak keracunan yang lahir akibat penyakit anggota tubuh, seperti keracunan kencing, dan yang lahir dari penyakit jantung, serta gangguan pada perut basar dan usus. Juga penolak keracunan dalam keadaan demam, seperti tipes, dan radang paru-paru, radang otak, serta campak, dalam keadaan lemah jantung, dan dalam keadaan batuk rejan, terutama dalam keadaan berpeluh secara umum akibat peradangan yang menyeluruh dan tajam, tertimbunnya otak, pembengkakan otak dan sebagainya.
Dipertanyakannnya apa kepentingan ayat ini, padahal setiap jenis makanan mempunyai faedah ? Penyebutan madu tidak lain karena ia enak rasanya dan diperoleh secara kebetulan.
Pada hakikatnya jenis-jenis makanan yang lain tidak digunakan sebagai obat, kecuali pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gula pada makanan, dan itu sedikit sekali. Buah-buahan yang rasanya menyerupai rasa madu, gula yang ada didalamnya tidak lain adalah gula tebu atau jenis lain, dan hanya yang mengandung sedikit prosentase glukosa yang merupakan unsur terpenting di dalam madu.
Jika kita mengetahui bahwa glukosa digunakan bersama insulin, hingga dalam keadaan keracunan yang disebabkan oleh penyakit kencing gula sekalipun, tentu kita akan mengetahui kadar faedah madu. Al-Qur’an tidak menyebutkan bahwa ia diperoleh secara kebetulan, tetapi merupakan wahyu dari Allah SWT. yang menciptakan manusia dan lebah, serta mengetahui hubungan masing-masing di antara keduanya.
c) Bagaimana Madu Terjadi ?
Lebah-lebah pekerja menghisap serbuk bunga-bunga, lalu serbuk itu turun dan berkumpul dalam sebuah kantong yang ada di dalam perutnya. Disanalah serbuk itu bercampur dengan sari pati khusus, lalu berubah menjadi madu. Abul A’la mengatakan :
“Lebah memetik yang pahit dari bunga Ruba, lalu mengeluarkannya melalui air liurnya sebagai madu murni (yang belum diperas dari lilinnya).”
Kemudian lebah kembali kerumahnya untuk mengeluarkannya untuk mengeluarkan madu dari mulutnya di rumah-rumah lilin yang dikhususkan untuk menyimpan madu. Setiap kali rumah itu penuh, lebah menutupinya dengan lapisan lilin, dan berpindah kerumah lain.
d) Lilin Lebah
Para pekerja mengeluarkan lembaran-lembaran lilin yang tipis, tetapi keras dari lingkaran-lingkaran perutnya, kemudian memamahnya dengan mulutnya hingga lunak dan mudah dibentuk sesuai dengan kehendaknya. Lalu lilin itu digunakan untuk membangun rumahnya yang berbentuk persegi enam.
e) Beberapa Faedah Lebah
Pertama : dari padanya, kita mengambil madu yang merupakan makanan yang enak rasanya dan mengandung prosentase besar dari zat-zat yang berfaedah bagi tubuh.
Kedua : dari padanya kita mengambil lilin yang kita jadikan bahan membuat lilin penerang.
Ketiga : ia membantu mengawinkan bunga-bunga, sehingga menjadi penyebab bertambahnya buah dan membaguskan jenisnya.
)إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ(
Dari perut lebah, Allah SWT. mengeluarkan minuman yang beraneka warna dan mengandung obat yang menyembuhkan manusia. Pada yang demikian itu terdapat dalil yang jelas, bahwa yang telah menundukan lebah, memberinya petunjuk untuk memakan buah-buahan yang ia makan dan membuat rumah-rumahnya di bukut, pohon serta tempat-tempat yang dibangun oleh manusia, dan yang telah mengeluarkan dari dalam perutnya apa yang mengandung obat bagi kesembuhan manusia, adalah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa, tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dia tidak patut mempunyai sekutu, dan Dia-lah yang berhak memiliki Uluhiyyah.
3. Jenis-jenis Madu
a). Madu monoflora
Yaitu madu yang bersumber dari satu jenis tanaman/tumbuhan contohnya bunga pohon kelengkeng, kapuk randu, rambutan dan lain-lain.
b). Madu multiflora
Yaitu yang bersumber dari tumbuhan/tanaman yang heterogen misalnya di wilayah hutan, kebun-kebun aneka tanaman dan sebagainya.
1. Madu embun (honey dew)
Yaitu madu yang bersumber dari hasil sekresi suatu tanaman tertentu misalnya pohon karet usai gugur dan kemudian tumbuh/semi tunas daun baru. Pada ketiak tunas daun tersebut terdapat cairan rasa manis.
2. Madu sintetis
Yaitu madu hasil karya manusia meniru madu lebah, tapi tanpa bantuan lebah. Madu ini mungkin yang suka dikatakan madu palsu. Warna, aroma, rasa serta kemanisan madu tergantung dari mana lebah memperoleh sumber pakan. Begitu juga kekentalan serta kebersihannya tergantung teknik pemetikan/panenan berupa madu curah atau madu dalam sarangnya. (www.suaramerdeka.com)
3. Besi panas (kayy)
Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Saya melarang pengobatan dengan besi panas,” dan dalam hadits lain, “Saya tidak suka melakukan pengobatan dengan besi panas,” merupakan isyarat bahwa pengobatan besi panas hanya menjadi cara terakhir saja, yakni bila sudah terpaksa sekali.
Diriwayatkan dalam shahih Muslim, sebuah hadits dari Jabir bin Abdillah r.a. bahwa Rasullah Saw. pernah mengirim seorang dokterkepada Ubay bin Ka’ab. Dokter tersebut menusuk salah satu penbuluh darah Ubay dan selanjutnya memanasi lukanya dengan kayy.
Saat Saad bin Muadz terpanah dalam suatu peperangan, Nabi melakukan hams terhadapnya. Kemudian lukanya membengkak, sehingga beliau mengulangi hams tersebut.” (HR Muslim) Arti kat hams dalam hadits tersebut adalah kayy.
Al-Khattabi berkata, ”Beliau melakukan terhadap Saad hanya dengan tujuan untuk menghentikan darah yang mengalir dari luka Saad. Karena beliau khawatir ia kehabisan darah sehingga meninggal dunia. Dalam kasus ini, kayy bisa digunakan. Demikian juga dalam kasus orang yang terpotong tangan atau kakinya. (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, 2005 : 53)
Diriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu'bah r.a, dari Nabi saw. beliau bersabda, "Barangsiapa melakukan pengobatan dengan cara kayy atau meminta untuk diruqyah berarti ia tidak bertawakal," (Shahih, H.R at-Tirmidzi [2055] dan Ibnu Majah [3489]).
Rasulullah Saw. menjadikan kayy sebagai cara pengobatan yang terakhir hingga terpaksa menggunakan kayy dan tidak tergesa-gesa melakukan pengobatan dengan cara ini.
SahaBat SejAti
Jumat, 13 Agustus 2010
Setiap Penyakit ada obatnya
Obat adalah suatu zat atau bahan yang dapat digunakan untuk mengurangi, manghilangkan, dan menyembuhkan suatu penyakit yang terjadi pada tubuh manusia.(dr. Hendrik, S.Ked., 2009 : 66)
Sesungguhnya teori yang mengatakan tentang penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan bertentangan dengan aqidah Islam.
Rasulullah Saw. menegaskan yang diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Zubair, dari Jabir bin Abdillah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda “Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu pasti akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla.” (dikeluarkan oleh Muslim (2204))
Dalam shahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
“Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.” (dikeluarkan oleh Bukhari (6578))
Sementara dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan hadits dari Ziyad bin Ilaqah, dari Usamah bin Syuraik diriwayatkan bahwa ia menceritakan, “suatu saat aku sedang berada bersama Nabi, tiba-tiba datanglah beberapa lelaki Badui.
Mereka bertanya, “Apakah kami boleh berobat?” Beliau menjawab, “Boleh hai hamba Allah sekalian, silahkan kalian berobat! Karena setiap Allah menciptkan penyakit, pasti Allah juga menciptakan obatnya, kecuali satu penyakit saja.” Mereka bertanya, “Penyakit apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab “penyakit tua.”
Ungkapan “setiap penyakit pasti ada obatnya,” artinya bisa bersifat umum, sehingga termasuk di dalamnya penyakit-penyakit mematikan dan berbagai penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh para dokter, karena belum ditemukan obatnya. Allah SWT. menciptakan obat-obatan untuk menyembuhkan semua penyakit, namun pengetahuan terhadap obat-obatan tersebut, tidak di hadapkan kepada umat manusia. Karena ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia hanyalah sebatas yang diajarkan oleh Allah SWT. (Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, 2005 : 22).
Oleh sebab itu, kesembuhan terhadap penyakit dikaitkan oleh Rasulullah Saw. dengan proses kesesuaian obat dengan penyakit yang diobati karena setiap penyakit pasti ada obat yang menjadi dasar supaya penyakit itu sembuh.
Semua hadits-hadits di atas mengandung perintah untuk berobat. Berobat tidaklah bertentangan dengan tawakal. Hakikat tawakal adalah kesungguhan dalam menggantungkan hati kepada Allah SWT..
Hadits di atas menentang orang yang tidak berupaya mencari obat. Orang itu mengatakan, “Jika kesembuhan sudah ditakdirkan, obat tidak akan ada manfaatnya. Jika kesembuhan tidak ditakdirkan, obat juga tidak akan bermanfaat.” Atau, orang-orang yang berkata, “ penyakit terjadi karena kehendak Allah SWT., maka tidak ada orang dan sesuatu yang dapat melawan kehendak Allah SWT.”
Pernyataan di atas adalah pernyataan orang-orang Badui kepada Rasulullah Saw. Sahabat-sahabat dekat Rasulullah Saw. lebih mengenal Allah SWT., kebijakan, dan sifat-sifat-Nya, dan mereka tidak berfikir sebagaimana orang-orang Badui.
Ungkapan Rasulullah Saw. “setiap penyakit pasti ada obatnya” memberikan semangat kepada orang yang sakit dan dokter yang mengobatinya.
Ibnu Qoyyim mengatakan ungkapan dalam hadits Rasulullah Saw. setiap penyakit pasti ada obatnya, memberikan semangat kepada orang yang sakit dan dokter yang mengobatinya, karena jika orang yang sakit mengetahui bahwa penyakit yang dideritanya itu ada obatnya maka orang yang sakit akan menaruh harapan pada dirinya. Selain itu juga mengandung anjuran untuk mencari obat dan menyelidikinya.
Sesungguhnya teori yang mengatakan tentang penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan bertentangan dengan aqidah Islam.
Rasulullah Saw. menegaskan yang diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Zubair, dari Jabir bin Abdillah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda “Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu pasti akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla.” (dikeluarkan oleh Muslim (2204))
Dalam shahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
“Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.” (dikeluarkan oleh Bukhari (6578))
Sementara dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan hadits dari Ziyad bin Ilaqah, dari Usamah bin Syuraik diriwayatkan bahwa ia menceritakan, “suatu saat aku sedang berada bersama Nabi, tiba-tiba datanglah beberapa lelaki Badui.
Mereka bertanya, “Apakah kami boleh berobat?” Beliau menjawab, “Boleh hai hamba Allah sekalian, silahkan kalian berobat! Karena setiap Allah menciptkan penyakit, pasti Allah juga menciptakan obatnya, kecuali satu penyakit saja.” Mereka bertanya, “Penyakit apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab “penyakit tua.”
Ungkapan “setiap penyakit pasti ada obatnya,” artinya bisa bersifat umum, sehingga termasuk di dalamnya penyakit-penyakit mematikan dan berbagai penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh para dokter, karena belum ditemukan obatnya. Allah SWT. menciptakan obat-obatan untuk menyembuhkan semua penyakit, namun pengetahuan terhadap obat-obatan tersebut, tidak di hadapkan kepada umat manusia. Karena ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia hanyalah sebatas yang diajarkan oleh Allah SWT. (Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, 2005 : 22).
Oleh sebab itu, kesembuhan terhadap penyakit dikaitkan oleh Rasulullah Saw. dengan proses kesesuaian obat dengan penyakit yang diobati karena setiap penyakit pasti ada obat yang menjadi dasar supaya penyakit itu sembuh.
Semua hadits-hadits di atas mengandung perintah untuk berobat. Berobat tidaklah bertentangan dengan tawakal. Hakikat tawakal adalah kesungguhan dalam menggantungkan hati kepada Allah SWT..
Hadits di atas menentang orang yang tidak berupaya mencari obat. Orang itu mengatakan, “Jika kesembuhan sudah ditakdirkan, obat tidak akan ada manfaatnya. Jika kesembuhan tidak ditakdirkan, obat juga tidak akan bermanfaat.” Atau, orang-orang yang berkata, “ penyakit terjadi karena kehendak Allah SWT., maka tidak ada orang dan sesuatu yang dapat melawan kehendak Allah SWT.”
Pernyataan di atas adalah pernyataan orang-orang Badui kepada Rasulullah Saw. Sahabat-sahabat dekat Rasulullah Saw. lebih mengenal Allah SWT., kebijakan, dan sifat-sifat-Nya, dan mereka tidak berfikir sebagaimana orang-orang Badui.
Ungkapan Rasulullah Saw. “setiap penyakit pasti ada obatnya” memberikan semangat kepada orang yang sakit dan dokter yang mengobatinya.
Ibnu Qoyyim mengatakan ungkapan dalam hadits Rasulullah Saw. setiap penyakit pasti ada obatnya, memberikan semangat kepada orang yang sakit dan dokter yang mengobatinya, karena jika orang yang sakit mengetahui bahwa penyakit yang dideritanya itu ada obatnya maka orang yang sakit akan menaruh harapan pada dirinya. Selain itu juga mengandung anjuran untuk mencari obat dan menyelidikinya.
Pengertian Thibbun Nabawi
Thibbun Nabawi adalah metode pengobatan yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw. kepada orang yang mengalami sakit tentang apa yang beliau ketahui berdasarkan wahyu. (Aiman bin ‘Abdul Fattah, 2005 : 102)
Metode pengobatan yang digunakan Nabi Muhammad Saw. saat mengobati sakit yang dideritanya, atau beliau perintahkan kepada keluarga serta para sahabat yang tengah sakit untuk melakukannya. Adapun sumber yang dapat dijadikan rujukan adalah Al-Qur’an, hadits shahih serta atsar para sahabat yang diriwayatkan melalui jalan yang dapat dipertanggungjawabkan menurut kaidah-kaidah ilmu hadits.
Ibnu Qoyyim berkata dalam Zaadul Ma’ad (IV/33), “Pengobatan cara Nabi Muhammad Saw. memiliki perbedaan dibanding dengan metode pengobatan lainnya. Karena metode ini bersumber dari wahyu, misyakat kenabian dan akal yang sempurna, maka tentu memiliki derajat kepastian yang menyakinkan di samping memiliki nilai keilahian, berbeda dengan metode pengobatan lainnya yang umumnya hanya berdasarkan pikiran, dugaan atau pengalaman semata-mata.” (Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, 2009)
Metode pengobatan ini sangat meyakinkan untuk menjadi sebab kesembuhan, sedangkan pengobatan lain lebih banyak merupakan hipotesis (dugaan) karena para dokter merupakan manusia biasa, sedangkan Nabi Muhammad Saw. adalah seorang Nabi sekaligus Rasul dimana segala sesuatu yang beliau katakan dan lakukan mutlak kebenarannya.
Pernyataan tersebut berdasarkan firman Allah SWT. dalam surat An-Najm ayat 3-4 :
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى ﴿٣﴾ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى ﴿٤﴾
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm : 3-4)
Pengobatan ini bersandar kuat kepada akidah Islamiyah yang menyatakan bahwa Allah SWT. adalah pemilik alam semesta ini, bahwa di tangan Allah SWT. terletak kesembuhan, Dia yang memberikan kesembuhan kepada manusia. Seperti yang telah difirmankan oleh Allah SWT. dalam Al-Qur’an surat as-Syu’aro’ ayat 80 :
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ ﴿٨٠﴾
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku” (Asy-Syu’aro’ : 80)
Rasulullah Saw. bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً رواه البخاري
Dari Abu Hurairah r.a., Nabi Saw. bersabda : “Bagi setiap penyakit yang diturunkan Allah ada obatnya yang juga diturunkan-Nya”. (H.R. Bukhari)
Pernyataan ini merupakan penegasan tentang hakikat dan akidah yang seyogyanya tidak hilang dari hati setiap muslim.
Pernyataan di atas diperkuat oleh Ibnu Qoyyim yang mengatakan, “Metode pengobatan Nabawi tidak sebagaimana metode para dokter. Pengobatan Nabawi sifatnya pasti, qoth’i, dan ilahi, bersumber dari wahyu, pelita kenabian, dan kesempurnaan akal. Adapun pengobatan lainnya kebanyakan berlandaskan perkiraan, dugaan, dan percobaan-percobaan. Memang tidak perlu dibantah bahwa banyak orang sakit yang tidak merasakan manfaat pengobatan Nabawi, karena yang bisa mendapatkan manfaat pengobatan Nabawi adalah siapa yang mau menerimanya dengan percaya dan yakin akan diperolehnya kesembuhan. Ia menerimanya sepenuh hati, dengan keimanan dan kepatuhan. Al-Qur’an yang merupakan penyembuh apa yang ada di dalam hati ini, jika tidak diterima dengan penerimaan sepenuh hati, juga tidak akan bisa mewujudkan kesembuhan hati dari berbagai macam penyakit, bahkan tidak menambahkan kepada orang-orang munafik selain dosa-dosa dan penyakit-penyakit yang bertumpuk-tumpuk.”(Aiman bin ‘Abdul Fattah, 2005 : 107)
Nabi Muhammad Saw. telah member petunjuk tentang banyak obat-obatan, mengajari cara untuk memanfaatkannya, sehingga diperoleh kesembuhan dengan izin Allah SWT. Jika kita mencermati sabda-sabda beliau tentang pengobatan, baik pengobatan yang beliau laksanakan untuk mengobati diri sendiri, atau beliau anjurkan kepada orang lain, maka didalamnya akan kita temukan hikmah yang tidak mampu diterima oleh akal kebanyakan dokter
Metode pengobatan yang digunakan Nabi Muhammad Saw. saat mengobati sakit yang dideritanya, atau beliau perintahkan kepada keluarga serta para sahabat yang tengah sakit untuk melakukannya. Adapun sumber yang dapat dijadikan rujukan adalah Al-Qur’an, hadits shahih serta atsar para sahabat yang diriwayatkan melalui jalan yang dapat dipertanggungjawabkan menurut kaidah-kaidah ilmu hadits.
Ibnu Qoyyim berkata dalam Zaadul Ma’ad (IV/33), “Pengobatan cara Nabi Muhammad Saw. memiliki perbedaan dibanding dengan metode pengobatan lainnya. Karena metode ini bersumber dari wahyu, misyakat kenabian dan akal yang sempurna, maka tentu memiliki derajat kepastian yang menyakinkan di samping memiliki nilai keilahian, berbeda dengan metode pengobatan lainnya yang umumnya hanya berdasarkan pikiran, dugaan atau pengalaman semata-mata.” (Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, 2009)
Metode pengobatan ini sangat meyakinkan untuk menjadi sebab kesembuhan, sedangkan pengobatan lain lebih banyak merupakan hipotesis (dugaan) karena para dokter merupakan manusia biasa, sedangkan Nabi Muhammad Saw. adalah seorang Nabi sekaligus Rasul dimana segala sesuatu yang beliau katakan dan lakukan mutlak kebenarannya.
Pernyataan tersebut berdasarkan firman Allah SWT. dalam surat An-Najm ayat 3-4 :
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى ﴿٣﴾ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى ﴿٤﴾
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm : 3-4)
Pengobatan ini bersandar kuat kepada akidah Islamiyah yang menyatakan bahwa Allah SWT. adalah pemilik alam semesta ini, bahwa di tangan Allah SWT. terletak kesembuhan, Dia yang memberikan kesembuhan kepada manusia. Seperti yang telah difirmankan oleh Allah SWT. dalam Al-Qur’an surat as-Syu’aro’ ayat 80 :
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ ﴿٨٠﴾
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku” (Asy-Syu’aro’ : 80)
Rasulullah Saw. bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً رواه البخاري
Dari Abu Hurairah r.a., Nabi Saw. bersabda : “Bagi setiap penyakit yang diturunkan Allah ada obatnya yang juga diturunkan-Nya”. (H.R. Bukhari)
Pernyataan ini merupakan penegasan tentang hakikat dan akidah yang seyogyanya tidak hilang dari hati setiap muslim.
Pernyataan di atas diperkuat oleh Ibnu Qoyyim yang mengatakan, “Metode pengobatan Nabawi tidak sebagaimana metode para dokter. Pengobatan Nabawi sifatnya pasti, qoth’i, dan ilahi, bersumber dari wahyu, pelita kenabian, dan kesempurnaan akal. Adapun pengobatan lainnya kebanyakan berlandaskan perkiraan, dugaan, dan percobaan-percobaan. Memang tidak perlu dibantah bahwa banyak orang sakit yang tidak merasakan manfaat pengobatan Nabawi, karena yang bisa mendapatkan manfaat pengobatan Nabawi adalah siapa yang mau menerimanya dengan percaya dan yakin akan diperolehnya kesembuhan. Ia menerimanya sepenuh hati, dengan keimanan dan kepatuhan. Al-Qur’an yang merupakan penyembuh apa yang ada di dalam hati ini, jika tidak diterima dengan penerimaan sepenuh hati, juga tidak akan bisa mewujudkan kesembuhan hati dari berbagai macam penyakit, bahkan tidak menambahkan kepada orang-orang munafik selain dosa-dosa dan penyakit-penyakit yang bertumpuk-tumpuk.”(Aiman bin ‘Abdul Fattah, 2005 : 107)
Nabi Muhammad Saw. telah member petunjuk tentang banyak obat-obatan, mengajari cara untuk memanfaatkannya, sehingga diperoleh kesembuhan dengan izin Allah SWT. Jika kita mencermati sabda-sabda beliau tentang pengobatan, baik pengobatan yang beliau laksanakan untuk mengobati diri sendiri, atau beliau anjurkan kepada orang lain, maka didalamnya akan kita temukan hikmah yang tidak mampu diterima oleh akal kebanyakan dokter
perang badar dan perang uhud
إِن يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهُ وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَاء وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ الظَّالِمِينَ ﴿١٤٠﴾
Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Ali Imran:140)
(Jika kamu ditimpa) seperti pada perang Uhud (oleh luka-luka) qarh atau qurh, artinya ialah penderitaan disebabkan luka dan sebagainya (maka sesungguhnya kaum kafir itu pun telah ditimpa pula oleh luka yang serupa) di waktu perang Badar. (Dan hari-hari itu Kami pergilirkan) silih berganti (di antara manusia) misalnya sekarang masa kejayaan bagi satu golongan dan esok bagi golongan lainnya agar mereka sama-sama menarik pelajaran (dan supaya Allah mengetahui) secara lahiriah (orang-orang yang beriman) secara ikhlas dari yang tidak (dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya syuhada) artinya dimuliakan-Nya dengan mati syahid. (Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang aniaya) yakni orang-orang kafir yang akan menerima hukuman daripada-Nya. Seumpama mereka diberi-Nya nikmat, itu hanyalah untuk mendekatkan mereka kepada siksa.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT. hendak menguji kepada orang beriman atas kekalahan di perang uhud dan kemenangan di perang badar, Allah SWT.
Kemenangan umat Islam pada perang badar dikarenakan pada waktu perang di bantu oleh para malaikat atas izin pertolongan Allah SWT. tetapi pada saat itu para sahabat pada perang badar tidak tahu bahwa kemenangannya di bantu oleh malaikat, hanyalah Nabi Muhammad Saw yang tahu di bantu oleh malaikat. Beliau pun sengaja tidak membaritahukan kepada para sahabat bahwa perangnya itu di bantu oleh para malaikat yang di utus Allah SWT. karena muangkin beliau beralasan supaya para anggota perang tetap bersemangat dan tidak berleha-leha dalam menjalankan perang walau pun jumlahnya sedikit dibanding kaum kafir yang jumlahnya lebih banyak.
Setelah selesai perang dan kemenangan diterima oleh umat islam Nabi Muhammad pun memberitahukan yang sebenarnya bahwa pada perang ini kiata di bantu oleh para malaikat yang diutus oleh Sang Maha Penolong hamba-Nya.
Peristiwa perang badar telah menimbulkan kesan yang dalam sekali di Makkah sebagaimana suadh kiat lihat. Bila saja terdapat kesempatan, hasrat hendak membalas dendam terhadap Nabi Muhammad dan kaum muslimim itu besar sekali. Tetapi pengaruh yang timbul di Madinah ternyata lebih jelas dan lebih jelas dan lebih erat berhubungan dengan kehidupan Muhammad dan Muslimin bersama-sama. Sesudah peristiwa Badar, golongan Yahudi, orang-orang musyrik dan kaum munafik sudah merasakan sekali adanya kekuatan kaum Muslimin yang bertambah. Mereka melihat bahwa orang asing ini yang datang ke tempat mereka kurang dari dua tahun yang lalu pergi hijrah dari Makkah, kini tambah besar kewibawaannya dan tambah kuat pula kedudukannya, bahkan hampir menjadi orang yang menguasai seluruh penduduk Medinah.
Sejak terjadinya perang Badar pihak Quraisy sudah tidak pernah tenang lagi. Juga peristiwa Sawiq tidak membawa keuntungan apa-apa buat mereka. Lebih-lebih karena kesatuan Zaid bin Haritha telah berhasil mengambil perdagangan mereka ketika mereka hendak pergi ke Syam melalui jalan Irak. Hal ini mengingatkan mereka pada korban-korban Badar dan menambah besar keinginan mereka hendak membalas dendam. Bagaimana Quraisy akan dapat melupakan peristiwa itu, sedang mereka adalah bangsawan-bangsawan dan pemimpin-pemimpin Mekah, pembesar-pembesar yang angkuh dan punya kedudukan terhormat?
Dan pada perang uhud umat Islam harus menerima kekalahan dari kaum kafir karena pada waktu itu para sahabat tidak mematuhi perintah Nabi Muhammad tetapi mementingan harta rampasan dan mungkin juga para sahabat berpikir bahwa pada perang saat ini akan dibantu kembali oleh malaikat yang diutus oleh Allah SWT. untuk membantu umat-Nya.
Maka dari itu dengan perasaan dan anggapan para sahabat bahwa perang kali ini juga akan di bantu oleh para Malaikta atas seizin-Nya. Dan kekalahan pun terjadi pada perang kali ini yang menimpa umat Islam.
Terakhir umat Islam yang mengikuti perang Badar maupun perang Uhud yang meninggal dunia sudah dijamin mati syahid dan ingsya Allah akan masuk surga. Dan jika terdapat luka pada umat Islam dan kaum kafir lukanya pun sama seimbang.
Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Ali Imran:140)
(Jika kamu ditimpa) seperti pada perang Uhud (oleh luka-luka) qarh atau qurh, artinya ialah penderitaan disebabkan luka dan sebagainya (maka sesungguhnya kaum kafir itu pun telah ditimpa pula oleh luka yang serupa) di waktu perang Badar. (Dan hari-hari itu Kami pergilirkan) silih berganti (di antara manusia) misalnya sekarang masa kejayaan bagi satu golongan dan esok bagi golongan lainnya agar mereka sama-sama menarik pelajaran (dan supaya Allah mengetahui) secara lahiriah (orang-orang yang beriman) secara ikhlas dari yang tidak (dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya syuhada) artinya dimuliakan-Nya dengan mati syahid. (Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang aniaya) yakni orang-orang kafir yang akan menerima hukuman daripada-Nya. Seumpama mereka diberi-Nya nikmat, itu hanyalah untuk mendekatkan mereka kepada siksa.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT. hendak menguji kepada orang beriman atas kekalahan di perang uhud dan kemenangan di perang badar, Allah SWT.
Kemenangan umat Islam pada perang badar dikarenakan pada waktu perang di bantu oleh para malaikat atas izin pertolongan Allah SWT. tetapi pada saat itu para sahabat pada perang badar tidak tahu bahwa kemenangannya di bantu oleh malaikat, hanyalah Nabi Muhammad Saw yang tahu di bantu oleh malaikat. Beliau pun sengaja tidak membaritahukan kepada para sahabat bahwa perangnya itu di bantu oleh para malaikat yang di utus Allah SWT. karena muangkin beliau beralasan supaya para anggota perang tetap bersemangat dan tidak berleha-leha dalam menjalankan perang walau pun jumlahnya sedikit dibanding kaum kafir yang jumlahnya lebih banyak.
Setelah selesai perang dan kemenangan diterima oleh umat islam Nabi Muhammad pun memberitahukan yang sebenarnya bahwa pada perang ini kiata di bantu oleh para malaikat yang diutus oleh Sang Maha Penolong hamba-Nya.
Peristiwa perang badar telah menimbulkan kesan yang dalam sekali di Makkah sebagaimana suadh kiat lihat. Bila saja terdapat kesempatan, hasrat hendak membalas dendam terhadap Nabi Muhammad dan kaum muslimim itu besar sekali. Tetapi pengaruh yang timbul di Madinah ternyata lebih jelas dan lebih jelas dan lebih erat berhubungan dengan kehidupan Muhammad dan Muslimin bersama-sama. Sesudah peristiwa Badar, golongan Yahudi, orang-orang musyrik dan kaum munafik sudah merasakan sekali adanya kekuatan kaum Muslimin yang bertambah. Mereka melihat bahwa orang asing ini yang datang ke tempat mereka kurang dari dua tahun yang lalu pergi hijrah dari Makkah, kini tambah besar kewibawaannya dan tambah kuat pula kedudukannya, bahkan hampir menjadi orang yang menguasai seluruh penduduk Medinah.
Sejak terjadinya perang Badar pihak Quraisy sudah tidak pernah tenang lagi. Juga peristiwa Sawiq tidak membawa keuntungan apa-apa buat mereka. Lebih-lebih karena kesatuan Zaid bin Haritha telah berhasil mengambil perdagangan mereka ketika mereka hendak pergi ke Syam melalui jalan Irak. Hal ini mengingatkan mereka pada korban-korban Badar dan menambah besar keinginan mereka hendak membalas dendam. Bagaimana Quraisy akan dapat melupakan peristiwa itu, sedang mereka adalah bangsawan-bangsawan dan pemimpin-pemimpin Mekah, pembesar-pembesar yang angkuh dan punya kedudukan terhormat?
Dan pada perang uhud umat Islam harus menerima kekalahan dari kaum kafir karena pada waktu itu para sahabat tidak mematuhi perintah Nabi Muhammad tetapi mementingan harta rampasan dan mungkin juga para sahabat berpikir bahwa pada perang saat ini akan dibantu kembali oleh malaikat yang diutus oleh Allah SWT. untuk membantu umat-Nya.
Maka dari itu dengan perasaan dan anggapan para sahabat bahwa perang kali ini juga akan di bantu oleh para Malaikta atas seizin-Nya. Dan kekalahan pun terjadi pada perang kali ini yang menimpa umat Islam.
Terakhir umat Islam yang mengikuti perang Badar maupun perang Uhud yang meninggal dunia sudah dijamin mati syahid dan ingsya Allah akan masuk surga. Dan jika terdapat luka pada umat Islam dan kaum kafir lukanya pun sama seimbang.
Langganan:
Postingan (Atom)